
Sekolah Negeri di Solo Masih Kekurangan 300 Guru di Semua Jenjang
Kota Solo Kekurangan Sekitar 300 Guru, Dinas Pendidikan Andalkan Guru Kontrak dan Pemerataan
Dinas Pendidikan Kota Solo menyatakan bahwa sekolah-sekolah negeri di jenjang TK, SD, dan SMP saat ini masih menghadapi kekurangan tenaga pengajar. Kepala Dinas Pendidikan Kota Solo, Dian Rineta, memperkirakan total kekurangan guru mencapai sekitar 300 orang di semua jenjang pendidikan.
“Kekurangan ini tidak hanya terjadi pada guru kelas, tapi juga mencakup berbagai mata pelajaran,” ujar Dian saat ditemui di Balai Kota Solo pada Jumat (19/5/2023).
Dian menjelaskan, salah satu penyebab utama slot jepang kekurangan guru adalah ketidakseimbangan antara jumlah guru yang keluar—karena pensiun atau meninggal dunia—dan jumlah guru baru yang masuk. “Proses pengadaan guru tidak mampu mengimbangi laju pengurangan guru setiap tahunnya,” katanya.
Untuk mengatasi kekosongan tenaga pengajar tersebut, pihaknya telah mengambil beberapa langkah alternatif. Salah satunya adalah dengan merekrut guru Tenaga Kerja dengan Perjanjian Kontrak (TKPK) serta melakukan redistribusi guru antar sekolah.
“Kami mengisi kekurangan guru dengan tenaga TKPK. Selain itu, penyebaran guru juga diratakan. Misalnya, di SMP A dibutuhkan tiga guru Bahasa Indonesia, tapi kami alokasikan dua dulu di sana, dan satu guru kami tempatkan di sekolah lain yang juga membutuhkan,” jelas Dian.
Langkah tersebut diambil agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa berjalan dengan baik sambil menunggu tambahan formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dari pemerintah pusat.
Baca Juga : Menyelami Inovasi di Green School Bali: Pendidikan Berbasis Alam untuk Masa Depan
Dian juga menyebutkan bahwa kebutuhan guru di tiap sekolah berbeda, tergantung pada jumlah rombongan belajar (rombel) yang dimiliki masing-masing sekolah.
Senada dengan itu, Kepala SMP Negeri 7 Solo, Siti Latifah, mengungkapkan bahwa sekolahnya masih mengalami kekurangan guru untuk beberapa mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes).
“Kami masih kekurangan guru di beberapa mapel,” ujar Siti kepada Espos.id pada hari yang sama.
Untuk menjaga kelangsungan kegiatan belajar mengajar (KBM), Siti menjelaskan bahwa beban mengajar guru-guru yang ada ditambah, dengan membagi jam pelajaran antar pengajar. Hal ini membuat durasi mengajar per guru meningkat secara signifikan.
“Yang biasanya mengajar 24 jam pelajaran per minggu, sekarang bisa sampai 38 jam,” tutupnya.